Oleh : Ilfin Nadhir Alamsyah
Bulan Rabi’ul Awal merupakan bulan ke-3 dalam kalender Hijriyah. Bulan ini menjadi bulan yang penuh keberkahan dan kebahagiaan. Pada bulan ini seringkali ditandai dengan kata maulid. Kata maulid dalam ilmu alat merupakan bentuk masdhar mim dari fi’il madhi “walada”, yang berarti kelahiran. Hal itu dikarenakan pada bulan ini telah lahir kebudayaan dan peradaban baru dalam dunia, tombak kebaikan dan tatanan manusia mulai dirancang. Di lain sisi, bulan ini telah lahir sosok pemimpin yang demokratis, adil, lemah lembut, berakhlaq karimah, sabar, tegas, bijaksana, dapat dipercaya, dan sosok revolusioner dunia, yakni baginda agung Muhammad SAW.
Bulan maulid merupakan momentum baik bagi umat muslim dunia. Mereka berbondong-bondong merayakan kelahiran nabi Muhammad SAW. Hal itu dilakukan dengan cara melantunkan doa, pujian, dan syukuran (makan besar). Adapula yang melakukanya dengan bersedekah, pembacaan sholawat, dziba’, dan barzanji. Kebiasaan ini beberapa versi menyebutkan mulai ada sejak zaman daulah Fatimiyah Syi’ah di Mesir yang berkuasa sekitar abad 4 Hijriyah. Namun demikian, oleh kalangan ahlus sunnah wal jama’ah tidak sependapat dengan hal itu. Adapun versi lain maulid nabi pertama kali diperingati oleh Sultan Al Muzhaffar seorang raja yang berkuasa di Ibril (Baghdad). Sumber lain menyebutkan orang yang pertama kali memperingati maulid Nabi adalah Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, sang pematah perang salib. Meski demikian, perbedaan versi tersebut tidak perlu larut diperdebatkan. Pada intinya kebudayaan itu telah ada dan seyogyanya sesuatu yang baik harus kita lestarikan.
Bulan Rabi’ul Awal menjadi momentum yang pas untuk membicarakan sejarah kebudayaan dan peradaban yang dibawah oleh nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW merupakan anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib, anggota dari bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa pada waktu itu karena memegang jabatan Siqayah, jabatan yang bertugas memberi minum ketika ada jama’ah haji datang ke Makkah. Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal 570 Hijriyah, versi lain ada yang menyebutkan 571, namun pendapat kuat ada pada tahun 570 H. Beliau lahir dari rahim Siti Aminah binti Wahab. Kelahiran Rasulullah bertepatan pada tahun gajah, dinamakan demikian menurut Badri (1997:16) karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur Habsyi (Etiopia), dengan menaiki gajah menyerbu kota Makkah.
Nabi Muhammad SAW. lahir dengan keadaan yatim, beliau ditinggalkan oleh ayahandanya semasa di kandungan. Pada saat itu ayahnya sedang berdagang ke Syams (saat ini mencakup Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania). Ibunya Siti Aminah hancur luluh mendapati kabar itu, padahal perkawinanya dengan Abdullah masih tiga bulan lamanya. Meski demikian, Aminah tak pantang menyerah hingga Ia melahirkan Rasulullah. Namun, tepat enam tahun setelah kelahiran Rasulullah, Aminah pun menghembuskan nafas terakhirnya. Nabi pun menjadi seorang anak yatim piatu.
Kelahiran nabi Muhammad SAW. bukanlah semata-mata hanya dilahirkan untuk menjadi manusia biasa. Namun, kelahiran nabi Muhammad SAW. merupakan suatu niatan tertentu Allah SWT. untuk menyempurnakan sesuatu yang belum sempurna. Nabi Muhammad lahir dengan latar belakang masyarakat Arab yang cerdas. Pada saat itu kebudayaan Arab cukup berkembang, banyak penyari-penyair yang bermunculan. Salah satu tempat yang paling terkenal bagi peradaban mereka adalah Ukaz, pasar yang digunakan untuk melantunkan puisi jika penyair baru telah lahir. Mereka juga gemar diplomasi dagang, bahkan menurut Badri (1997:12) bangsa Arab telah melakukan kongsi dagang selama 2000 tahun. Di lain sisi, bangsa Arab golongan Qathaniyun pernah mendirikan kerajaan Saba’ dan Himyar di Yaman. Mereka juga pernah mendirikan bendungan Ma’rib, bendungan raksasa untuk mengairi wilayah kerajaan. Meski demikian, mereka lemah masalah moral. Masyarakat Arab pada saat itu suka berperang antar suku, bahkan kebiasaan itu menimbulkan stigma kaum wanita dianggap tidak berguna hingga adanya kubur paksa bayi yang terlahir dengan jenis kelamin wanita. Kebiasaan masyarakat pada saat itu suka berjudi dan mabuk-mabukan. Mereka juga tega menikahi istri dari bapaknya setelah bapaknya meninggal. Mereka juga menyembah berhala-berhala, terdapat 360 berhala yang megelilingi ka’bah, berhala yang paling disegani yakni Hubal.
Latar belakang seperti itulah menjadi salah satu tujuan Allah untuk melahirkan nabi Muhammad SAW. yakni untuk memperbaiki moral dan akhlak umat manusia pada saat itu hingga sekarang. Bahkan Allah juga menyebutkanya di dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”. Allah juga menyebut di dalam Al Qur’an surat At-Taubah ayat 128-129 “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaumu sendiri, berat terasa oleh penderitaanmu, sangat menginginkan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” Demikian jelaslah bahwa kelahiran Rasulullah semata-mata Allah hendaki untuk memperbaiki akhlak umat manusia, mengayomi umat pada saat itu yang sedang krisis moral. Allah datangkan Rasul dengan sifat yang penyabar, tabah, lemah lembut, baik, dan bijaksana agar masyarakat Arab dan dunia kembali ke fitrah awal tujuanya diciptakan di dunia ini. Meski demikian, proses penyampaian wahyu Allah tidaklah segera diterima oleh masyarakat Arab pada saat itu. Ada proses panjang yang dilalui Rasulullah. Dihina, dicaci maki, diasingkan, hingga mau dibunuh. Namun, hal itu bukan penghalang bagi Rasul untuk tetap melancarkan ajaranya.
Melihat dakwah dan perjuangan Rasul dalam menyampaikan ajaran Islam, terdapat beberapa nilai-nilai yang perlu kita ketahui, yakni 1) nilai spiritual, 2) nilai moral, 3) nilai sosial, 4) dan nilai persatuan.
- Nilai Spiritual
Nilai spiritual merupakan nilai yang menyangkut masalah i’tiqad atau keyakinan. Nilai ini lebih membicarakan masalah hati, perjalanannya bersifat horizontal, yakni hablum minallah. Dalam perjalanan Rasulullah semasa hidupnya banyak nilai-nilai spiritual yang dapat kita petik, salah satunya perihal ibadah nabi. Nabi Muhammad meskipun sudah terstempel sebagai seorang Rasul dan telah dijamin surga, beliau tidak sewenang-wenang dalam menjalankan ibadah syari’atnya. Beliau selalu melaksanakan shalat fardu dan menghidupkan sunnah. Di lain sisi, sebelum masa kenabian, beliau seringkali menyendiri dan merenung di gua Hira’. Hal itu beliau lakukan untuk merenung tentang alam dan seisinya, hingga pada tanggal 17 bulan Ramadhan datanglah malaikat Jibril membawakan wahyu yang pertama kalinya. Nilai spiritual Rasul tidak hanya berhenti di situ. Ada beberapa nilai spiritual nabi yang berupa mukjizat, diantaranya Al-Qur’an dan mampu membelah bulan. Namun demikian, kita sebagai manusia biasa hendaknya mencontoh nilai-nilai spiritual berupa keimananya, yakni mendirikan sholat fardhu dan menghidupkan sunnahnya.
- Nilai Moral
Nilai moral menyangkut masalah etika, sifat, dan sikap. Lebih spesifiknya yakni nilai Akhlak. Nabi Muhammad lahir dengan latar belakang membentuk akhlak yang baik dan terpuji. Hal itu dibuktikan pada surat Al-Ahzab ayat 21. Selain itu, nilai moral lain yang ada pada nabi adalah 1) siddiq (jujur), 2) amanah (dapat dipercaya), 3) tabligh (menyampaikan), 4) fathonah (cerdas). Hal itu merupakan nilai moral sifat dan sikap dasar nabi. Di lain sisi, nilai-nilai moral nabi berupa kesabaran, tabah, syukur, ikhlas, dermawan, rendah hati, tegas, dan masih banyak lainya. Pada nilai kesabaran ada peristiwa yang perlu kita contoh. Pada saat nabi sedang berjalan menuju ke masjid ada seorang kafir Quraisy meludahi nabi. Meski demikian, nabi tidak membalasnya, beliau pun langsung menuju ke masjid. Namun ternyata pada keesokan harinya, nabi mendapati kafir Quraisy itu sedang sakit, dengan lemah lembutnya nabi menjenguk dan membawakan buah tangan untuknya. Demikianlah ibroh yang perlu kita contoh, dengan bersikap baik dan melakukan kebaikan kepada sesama bagaimanapun keadaanya.
- Nilai Sosial
Nilai sosial lebih terikat antara hablum minannas, hubungan antara manusia dengan manusia. Nabi Muhammad merupakan sosok yang peduli sesama, semasa hidup beliau suka memberi, menyayangi, dan belas kasih. Hal itu terbukti pada salah satu cerita ketika nabi selesai melakukan sholat Idul Fitri, kemudian nabi melihat salah satu anak yatim yang terlihat sedih sendirian meskipun teman-teman lainya bergembira. Nabi pun segera menghampiri anak kecil itu dan bertanya atas kesedihanya. Rupanya anak kecil itu sedih karena tidak memiliki baju baru di hari Idul Fitri tersebut karena ayahnya telah wafat dan tidak ada yang membelikanya. Melihat hal itu nabi pun menggendong anak kecil tersebut dan segera membelikanya baju baru, bahkan versi lain nabi pun mengangkat anak itu sebagai anaknya. Demikian kita petik merupakan nilai sosial nabi yakni kepedulian dan kasih sayang terdapat sesama.
- Nilai Persatuan
Nilai persatuan lebih tersimbolis pada nilai persaudaraan. Dalam Islam penekanan nilai-nilai persatuan ini terdapat pada Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah. Dalam hal ini, ada secuil kisah yang dilakukan nabi tentang nilai-nilai persatuan pada saat terjadinya percekcokan antara kabilah-kabilah suku Arab perihal penempatan hajar aswad. Saat itu kabilah satu dengan kabilah lain beradu untuk memenangkan kabilahnya yang mengangkat hajar aswad. Namun perdebatan itu tidak segera terselesaikan, akhirnya salah satu dari mereka sepakat bahwa orang yang pertama kali memasuki pintu ini dialah yang akan menjadi hakim atas penempatan hajar aswad. Ternyata datanglah nabi sebagai orang pertama, nabi pun di tunjuk oleh orang-orang untuk menjadi hakim. Tanpa berpikir panjang, dengan bijaksananya nabi pun mengelar kain putih di lantai, dan ditaruhlah hajar aswad di atasnya. Kemudian nabi pun menyuruh perwakilan dari empat kabilah itu memegang ujung dari kain satu persatu, akhirnya terangkatlah hajar aswad itu di atas ka’bah tanpa peseteruan. Demikian merupakan nilai-nilai persatuan yang dibangun nabi, terlebihnya nilai ukhuwah wathaniyah dan basyariyah.
Demikianlah kisah, sejarah, dan nilai-nilai penting yang dapat kita fahami. Maka kita sebagai kaum muslim utamanya, merupakan suatu nikmat yang agung atas lahirnya nabi Muhammad SAW. karenanya kita mampu memahami sesuatu yang benar dan buruk, karenanya pula kita mampu menjadi manusia yang lebih baik dan maju.
Rujukan Bacaan
Yatim, B. (1997). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.